Senin, 22 Juni 2015

Perdagangan bebas di asia

Definisi
Perdagangan bebas dapat memberikan suatu definisi sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan perusahaan yang berada di negara yang satu dengan negara yang lain. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya-biaya  tambahan yang diterapkan pada barang ekspor-impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.Perdagangan bebas memberlakukan beberapa perjanjian-perjanjian tersebut,sehingga sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Sejarah Pasar Bebas
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu.
Pro-kontra perdagangan bebas
Banyak ekonom yang berpendapat bahwa perdagangan bebas meningkatkan standar hidup melalui teori keuntungan komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial. Sebaliknya pula, perdagangan bebas juga dianggap merugikan negara maju karena ia menyebabkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Perdagangan bebas dianggap mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil kemungkinan perang.
Antiglobalisasi
Perlawanan di seluruh dunia sudah mulai berlangsung. Ketiga institusi keuangan dunia yang dianggap sebagai alat kaum neo-liberal terus menerus ditekan. Ketiganya yaitu WTO, IMF dan Bank Dunia selalu mendapat demonstrasai besar-besaran di setiap pertemuan yang dilakukan. Perlawanan dalam skala besar pertama berlangsung pada pertemua WTO di Seattle, AS. Berbagai gerakan sosial dari penjuru dunia berbondong-bondong memadati kota Seattle. Mereka melakukan demo besar-besaran untuk menghentikan pertemuan tersebut. Mereka berasal dari berbagai kalangan seperti kelompok lingkungan, kelompok perempuan, aktivis buruh, petani dan berbagai kelompok sosialis. Maraknya aksi yang mereka lakukan membuat pertemuan itu gagal menyelesaikan agenda yang seharusnya dibahas.Pada akhirnya karena situasi ekonomi global yang dikuasai paham neo-liberalisme saat ini ternyata penuh dengan mitos-mitos palsu, kita harus lebih bisa bersikap kritis terhadapnya. Dengan penguasaan teknologi informasi dan jaringan media global oleh perusahaan perusahaan raksasa internasional, akan mudah sekali bagi mereka untuk menyusupkan kembali mitos-mitos tersebut di benak kita. Untuk itu diperlukan kewaspadaan lebih dan sikap kritis yang didukung dengan informasi yang kaya.
Penanganan
Melakukan nontariff barrier, berupa peningkatan standardisasi barang-barang yang masuk melalui Balai Besar Karantina Pertanian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Konsekuensinya, produk pertanian dan makanan kita ya standarnya harus tinggi juga, harus sama.”
Kedua, sistem pelayanan yang cepat melalui tracking system. “Kita bangun infrastruktur IT-nya, harus di-online kan semua ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan.” Mulai sebelum barang masuk, saat pemrosesan, dan setelah barang-barang masuk ke pelabuhan.
Strategi
Strategi SDM perlu dipersiapkan secara seksama khususnya oleh perusahaan-perusahaan agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Untuk mengantisipasi perdagangan bebas di tingkat dunia, para pemimpin Negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi tarif/bea menghilangkan hambatan tarif. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Kotler (1992) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif. Implikasi globalisasi pada manajemen sumber daya manusia tampaknya masih kurang diperhatikan secara proporsional karena tolok ukur keefektifannya kurang memiliki keterkaitan langsung dengan strategi bisnis. Alat ukur keefektifan organisasi dan aktivitas sumber daya manusia perlu dirancang secara profesional. Perusahaan dituntut berpikir global serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan. Mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dan professional di Indonesia tidak selalu mudah. Hal tersebut disebabkan karena terjadi ketidaksesuaian antara job requirements dengan kompetisi calon. Tenaga professional asing masih banyak dipekerjakan di perusahaan-perusahaan besar terutama yang bertaraf internasional. Hal ini jelas memberi indikasi terjadi suatu mismatch antara kompetisi calon karyawan dengan kompetisi yang dibutuhkan. Analisis SWOT merupakan cara yang sistematis di dalam melakukan analisis terhadap wujud ancaman dan kesempatan agar dapat membedakan keadaan lingkungan yang akan dating sehingga dapat ditemukan masalah yang ada. Dari analisis SWOT perusahaan dapat menentukan strategi efektif yang sejauh mungkin memanfaatkan kesempatan yang berlandaskan pada kekuatan yang dimiliki  perusahaan, mengatasi ancaman yang datang dari luar, serta mengatasi kelemahan yang ada.
Perkembangan
Perkembangan terakhir AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura,Thailand,Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Sebagai Con toh : Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif bagi negara – negara ASEAN melalui skema CEPT-AFTA.
AFTA Sendiri dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN sehingga dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya operasional mampu di tekan sehinnga akan menguntungkan.
Dalam skema CEPT-AFTA barang – barang yang termasuk dalam tarif scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skemaCEPT).
Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.
Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN
Mulai awal tahun ini Indonesia 1 Januari 2010 terjadi pelaksanaan kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China. Idonesia bersama negara-negara ASEAN dan CINA dalam perekonomiannya melakukan kegiatan perekonomian kawasan perdagangan pasar bebas. Akibat nya terjadi pro dan kontra dampak yang akan di timbulkan dari kegiatan ini .
Di Indonesia, para pendukung Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) melihat pelaksanaan kesepakatan perdagangan itu akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomis Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Pertumbuhan perekonomian China yang relatif pesat waktu itu menjadikan Negara Tirai Bambu itu salah satu aktor politik dan ekonomi yang patut diperhitungkan Indonesia dan ASEAN. Mereka yang berpendapat kritis terhadap kesepakatan perdagangan ini melihat potensi ambruknya industri domestik di Indonesia yang akan kesulitan menghadapi tantangan dari membanjirnya impor produk murah dari China.
Kita juga mengetahui perdagangan bebas (liberalization of trade) tidak bisa di hindari dari suatu perekonomian suatu negara yang terbuka. Perdagangan bebas telah menciptakan sebuah akselerasi dalam pertumbuhan ekonomi dunia. Dahulu, merkantilisme yang berkarakteristik proteksionisme mendorong terjadinya penjajahan Barat atas Asia dan Afrika. Negara Barat pertama kali memperkenalkan perdagangan bebas ke negara-negara Asia, banyak yang merespon dengan skeptisisme serta melihat hal ini tak lain adalah bentuk imperialisme gaya baru. Perdagangan bebas telah bertransformasi menjadi macan-macan Asia yang sekarang malah sebaliknya membuat takut negara-negara Barat yang memperkenalkan pasar Bebas.
World Bank merilis sebuah laporan yang menyatakan ”bahwa eliminasi total terhadap hambatan dalam perdagangan akan mengangkat puluhan juta orang dari kemiskinan. Bagi negara-negara berkembang, liberalisasi perdagangan dapat menjadi powerful tool bagi penghilangan kemiskinan dalam masyarakat” karena dengan dihilangkannya hambatan perdagangan, tentu akan membuat harga barang semakin murah sehingga purchasing power masyarakat semakin meningkat. perdagangan bebas merupakan salah satu instrumen dalam menciptakan kemakmuran.
Banyak Permintaan sejumlah pengusaha lokal Indonesia untuk menunda pelaksanaan penuh ACFTA tapi sebenarnya kurang beralasan., Karena Indonesia, seperti negara Asia Tenggara lain, telah diberikan tenggang lima tahun untuk mempersiapkan diri.danpemerintah malah semakin aktif mendorong terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas bilateral dengan negara-negara mitra dagang utama lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Akan tetapi terjadi permasalahan utama bagi pengusaha local adalah ketidakimbangnya antara produk impor dengan harga produk yang di hasilkan oleh para pengusaha local Indonesia sehingga harga produk yang di hasilkan oleh pengusaha local relative lebih mahal.
Masyarakat di berbagai negara berkembang dan di negara miskin yang sudah terlibat dalam perdagangan bebas bilateral sudah dapat melihat bahwa kesepakatan ini dapat berdampak cukup serius terhadap kelangsungan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik di negara-negara tersebut. Apindo menengarai Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina, sang raksasa manufaktur. Menurut Apindo, FTA akan membuat 7,5 juta pekerja industri manufaktur kehilangan pekerjaannya. Beberapa pengamat melihat CAFTA hanya akan merugikan Indonesia karena hanya akan membuat defisit perdagangan dengan Cina semakin membesar. Selain itu, CAFTA akan menghancurkan industri manufaktur lokal. Namun apakah penundaan FTA merupakan sebuah solusi permanen atau hanya penyelesaian jangka pendek dari permasalahan mendasar dari industri manufaktur kita.
Sebelum era perdagangan bebas ASEAN-China diberlakukan pun, kita sudah tak berdaya menghadapi gempuran barang impor ilegal dari China. Neraca perdagangan Indonesia dengan China juga berapor merah dalam lima tahun terakhir. Impor dari China lebih besar daripada ekspor kita ke `Negeri Tirai Bambu’
Banyak Permintaan sejumlah pengusaha lokal Indonesia untuk menunda pelaksanaan penuh ACFTA tapi sebenarnya kurang beralasan., Karena Indonesia, seperti negara Asia Tenggara lain, telah diberikan tenggang lima tahun untuk mempersiapkan diri.danpemerintah malah semakin aktif mendorong terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas bilateral dengan negara-negara mitra dagang utama lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Sumber :
id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_bebas


Mendongkrak Daya Saing UMKM

SENIN, 22 JUNI 2015 | 16:18 WIB
Mendongkrak Daya Saing UMKM
Jimmy M Rifai Gani Executive Director & CEO IPMI International Business School
INFO BISNIS - Sekitar 13 tahun lalu saya membentuk perusahaan kecil bernama Proven Force Indonesia (PFI). Perusahaan ini tak membutuhkan modal besar karena jenis usahanya berbasis manajemen pengetahuan atau knowledge management. Seiring berjalannya waktu, PFI berkembang hingga memiliki 2.000 karyawan.


Mark Zuckerberg ketika mendirikan Facebook pada 2004 juga berawal dari sebuah perusahaan kecil yang berbasis knowledge management. Modal terbesarnya bukan uang, melainkan kemampuannya sebagai computer programmer dan Internet entrepreneur, yang menjadikan Facebook mampu menghasilkan keuntungan US$ 2,9 miliar pada tahun lalu.


Lain halnya dengan sebagian besar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Modal usaha dalam bentuk uang kerap menjadi masalah krusial yang mengganjal pelaku UMKM dalam mengembangkan bisnisnya. Ketika UMKM hendak menghapus persoalan modal dengan mendatangi perbankan, muncul masalah lain, yakni agunan—yang merupakan syarat utama untuk mendapatkan kredit.


Sejatinya, jaminan (collateral) bukan satu-satunya sifat usaha yang layak mendapatkan kredit. UMKM, seperti juga bisnis lain, layak mendapatkan kredit asalkan memiliki karakter (character), kapasitas yang memadai (capacity), model (capital), dan kondisi ekonomi yang mendukung (condition of economy). Sayang, UMKM kebanyakan hanya punya dua (character dan conditions) dari lima syarat tersebut.


Maka tak heran jika UMKM lebih memilih meminjam dana ke rentenir ketimbang perbankan. Survei PT Mars Indonesia yang mewawancarai 1.333 UMKM di enam kota (Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan), membuktikan hal tersebut. Hanya 30 persen yang menggunakan jasa perbankan, sisanya tidak.


Alasan yang dikemukakan UMKM beragam. Sebanyak 26,7 persen responden menjawab bunga bank terlalu tinggi. Sedangkan 23,4 persen menilai proses kredit itu berbelit-belit. Sisanya mengatakan keharusan mempunyai agunan (17,8 persen), kerumitan persyaratan (10,9 persen), dan masih bisa mendanai sendiri (10,9 persen) merupakan penyebab UMKM enggan mengakses dana dari lembaga keuangan.


Kalaupun UMKM melirik perbankan, hasil survei mengungkapkan, ada tiga pertimbangan utama dalam memilih sebuah bank. Yakni  suku bunga (71 persen), proses pencairan dana (38,8 persen), dan persyaratan mudah (29,6 persen).


Jika ditilik dari besaran kredit yang digunakan UMKM, survei PT Mars yang dilakukan pada 2014 itu menyebutkan bahwa sekitar 68 persen UMKM hanya meminjam Rp 10-50 juta. Yang di bawah nilai tersebut hanya 32 persen UMKM.


Begitulah. Pelaku UMKM mesti berpikir dua kali jika hendak berurusan dengan perbankan. Logikanya sederhana. Agak aneh jika meminjam duit Rp 50 juta tapi harus memberikan sertifikat rumah seharga lebih dari Rp 150 juta ke bank. Ada rasa cemas untuk mengagunkan rumahnya.


Suku bunga kredit juga terlalu tinggi. Untuk sektor mikro, bank-bank domestik mematok 11-20 persen. Kredit Usaha Rakyat, yang merupakan program pemerintah, bunganya 22 persen, jauh di atas suku bunga kredit bank negara-negara tetangga yang hanya 4-6 persen. UMKM bankable saat melihat suku bunga tinggi biasanya langsung balik badan.


Namun, bagi UMKM, suku bunga bukan satu-satunya masalah. Toh, mereka pernah meminjam ke “bank keliling” dengan bunga 40 persen dan mampu membayar cicilannya tiap bulan. Yang juga menjadi hambatan sebenarnya proses kredit yang panjang dan berbelit-belit. Maklum, waktu mereka sangat berharga. Jika tak dagang sehari, keluarga bisa kelaparan.


Bank keliling alias rentenir bisa menjamur karena proses yang mudah, tak sampai 10 menit. Pendekatan kultural digunakan untuk menggaet nasabah. Demi mencegah kredit macet, rentenir menggunakan kearifan lokal untuk menagih pembayaran. Tak heran jika non-performing loan bank keliling hampir 0 persen.


Pemerintah harus bisa memangkas birokrasi perbankan supaya para UMKM selangkah lebih maju. Penurunan suku bunga KUR menjadi 12 persen per tahun mulai akhir Juni 2015 merupakan langkah awal yang mesti dibarengi dengan meringankan persyaratan kredit.


Setelah mendapat kredit, UMKM membutuhkan pendampingan. Model-model pendampingan seperti ini sangat banyak. Misalnya, melakukan kemitraan dengan peretail-peretail kakap di Tanah Air.  Dengan begitu, daya saing UMKM dapat meningkat demi menghadapi pasar bebas ASEAN yang akan diberlakukan akhir tahun ini. Untuk selengkapnya klik di http://www.ipmi.ac.id/index/en. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar